Selasa, 30 September 2014

Manajemen Pengambilan Keputusan Dalam Perilaku Organisasi



KATA PENGANTAR
            Puji syukur atas limpahan rahmat Allah SWT, yang senantiasa memberikan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Makalah yang dibuat jauh dari sempurna, akan mengantarkan kepada sebuah Manajemen Pengambilan Keputusan Dalam Perilaku Organisasi. Yang mana diharapkan baik penulis ataupun pembaca dapat memahami isi dari makalah ini. Apabila ada terdapat kesalahan-kesalah hendaknya para pembaca sudi kiranya untuk memberikan kritikan yang membangun, sehingga penulis bisa lebih meningkatkan lagi kualitas untuk bisa membuat makalah ini supaya lebih baik.




Wassalam,











DAFTAR ISI
Hal.
I.              Kata Pengantar .....................................................................................................2
II.            Daftar Isi ................................................................................................................3
III.           Bab I Pendahuluan
a.    Latar Belakang ................................................................................................4
b.    Rumusan Masalah ...........................................................................................4
IV.          Bab II Pembahasan
a.    Pengertian Pengambilan Keputusan ...............................................................5
b.    Teori-teori Pengambilan Keputusan .............................................................6-7
c.    Kriteria Pengambilan Keputusan ..................................................................8-9
d.    Tahap-tahap Pengambilan Keputusan ..........................................................10
e.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ......................11
f.     Model Pengambilan Keputusan .....................................................................11
g.    Langkah-langkah/Proses Pengambilan Keputusan .......................................12
V.            Bab III Penutup
a.    Kesimpulan dan Saran ..................................................................................13
VI.          Daftar Pustaka .....................................................................................................14











BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam organisasi, kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal.
Upaya membangun keterampilan personal tersebut selaras dengan perkembagan kekinian rumpun kajian Organizational Studies (Teori Organisasi, Perilaku Organisasi, Manajemen SDM, dan Kepemimpinan), yang menemukan kontekstualisasinya dalam semangat pendekatan human relations. Organisasi birokrasi publik pun idealnya tidak terlepas dari arah perkembangan ini. Dalam hal ini, paradigma organisasi birokratik-weberian yang berkarakter (terlalu) impersonal dan dingin, mendapatkan tantangan serius dari paradigma post-birokrasi yang lebih humanis.
Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang lain, namum kenyataannya banyak pemimpin dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang sebaiknya.
B.   Rumusan Masalah
1.    Apa itu pengambilan keputusan?
2.    Bagaimana langkah-langkah mengambil sebuah keputusan?
3.    Bagaimana model pengambilan keputusan?



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan fungsi manajemen, misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka membuat keputusan. Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (desicion making) di proses oleh pengambilan keputusan (desicion maker) yang hasilnya keputusan (desicion).
Definisi-definisi pengambilan keputusan menurut beberapa ahli, yaitu:
1.    G. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat  didefinisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari dua atau lebih altrnatif yang ada”.
2.    Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
3.    Theo Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
4.    Drs. H. Malayu dan S. P. Hasibuan
Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
5.    Chester I. Barnard
Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran proses keputusan ini secara relatif dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah laku organisasi lebih penting daripada kepentingan perorangan.
            Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.

B.   Teori-Teori Pengambilan Keputusan
1)    Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur- unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.    Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain
b.    Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat diterapkan rankingnya sesuai dengan urutan kepentingannya
c.    Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama
d.    Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih dan diteliti
e.    Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya dapat diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya
f.     Pembuat keputusan akan memilih alternatif dari akibat-akibatnya yang dapat memaksimalkan teercapainya tujuan, nilai atau sasaran yang telah digariskan.
Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964′ 1959)’ Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.
Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah’ yang disebut ,,sunk_cost,,. Keputusan_-keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali dari yang sudah ada.
Untuk konteks negara-negara sedang berkembang, menurut R’s. Milne (1972), model irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah: informasi/data statistik tidak memadai ; tidak memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi- kondisi negara sedang berkembang ; ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan keputusan.
2)    Teori Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipetimbangkan (seperti dalam teori rasional komprehensif) dan pada saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a.    Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah
b.    Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal apabila dibandingkan dengan keibijaksanaan sekarang
c.    Bagi tiap alternatif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi
d.    Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didefinisikan secara teratur. Pandangan  inkrementalisme memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sasaran serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi
e.    Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan
f.     Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempurnaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalah sosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.
g.    dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.
Keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat ” ambil semua atau tidak sama sekali.
Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu. Paham inkremental ini juga cukup realistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada.
3)    Teori Pengamatan Terpadu (mixed scanning theory)
Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para teoritis inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi juga ia menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan secara polotis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya bagi pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status qou, sehingga merintangi upaya menyempurnakan pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasarnya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang terkemuka. Model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sudah berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan besar-besaran.
Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusan ‘tersebul Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
C.   Kriteria Pengambilan Keputusan
Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
      I.        Nilai-Nilai politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas alternatif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya alternatif-alternatif bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat auntuk keputusan politik dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
    II.        Nilai-Nilai Organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
   III.        Nilai-Nilai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
  IV.        Nilai-Nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik inr semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal.
    V.        Nilai-Nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).




D.   Tahap-Tahap Pengambilan Keputusan
Herbert A. Simon, ahli teori keputusan dan organisasi mengonseptualisasikan tiga tahap utama dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:
  1. Aktivitas inteligensi. Berasal dari pengertian militer "intelligence," Simon mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan
  2. Aktivitas desain. Selama tahap kedua, mungkin terjadi tindakan penemuan, pengembangan, dan analisis masalah
  3. Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan sebenarnya-memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.
Berhubungan dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri keputusan sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan keputusan menurut Mintzberga koleganya:
  1. Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan sistematis, tetapi masalah yang sederhana tidak.
  2. Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar yang ada dan mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain merupakan proses pencarian di percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
  3. Tahap 1
    IDENTIFIKASI
    1.       Pengenalan
    2.       Diagnosis
    Tahap 2
    PENGEMBANGAN
    1.       Pencarian
    2.       Desain
    Tahap 3
    SELEKSI
    1.       Penilaian
    2.       Analisis
    3.       Penawaran Otoritas
    Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara pembentukan seleksi: dengan penilaian pembuat keputusan, berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis; dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan dengan tawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Sekali keputusan diterima secara formal, otorisasi pun kemudian dibuat.

Secara umum, langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
  1. Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi ini.
  2. Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model matematika sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
  3. Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
  4. Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
  5. Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.



E.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
a.    Komposisi kelompok. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun komposisi kelompok, yaitu:
a)    Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar informasi
b)    Pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas dapat dibagi
c)    Komunikasi dan status struktur; biasanya yang osisinya tertinggi paling mendominasi dalam kelompok
d)    Ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin menyebar opini, konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam kelompok tersebut
b.    Kesamaan anggota kelompok Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.
c.    Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang tersebut.
F.    Model Pengambilan Keputusan
    1. Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian (Certainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model Kepastian/ Deterministik.
    2. Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko (Risk). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
    3. Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian (Uncertainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang dipelajari dalam Game Theory).

BAB III
PENUTUP
a.    Kesimpulan
Dari poin-poin diatas dapat kita ketahui bahwa dalam proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan jenis keputusan yang akan diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah kita tentukan langkah pengambilan keputusan yang meliputi proses identifikasi, penetapan parameter, alternatif, kriteria serta mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah keputusan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen organisasi seperti itu maka tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan sebuah keputusan. Semoga pemegang kekuasaan pengambilan keputusan seperti Pengadilan atau Mahkamah Agung hendaknya perlu membangun sistem pengambilan yang terbaik demi terciptanya rasa keadilan bagi seluruh warga negara.

b.    Saran
Hendaknya pembaca jika menjadi seorang pemimpin dalam suatu organisasi dapat mengambil keputusan yang tepat dan menerapkan gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi dengan berbagai pertimbangan yang telah diperhutungkan secara matang.










DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Edisi Kedua
Robbins. Stepen P. 2003. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarat: P.T.  Indeks
Usmara. 2005. Handbook of Organizations, Kajian dan Teori Organisasi. Yogyakarta: Amara Books
Sumber Artikel
Mulyono.2011.  Teori Pengambilan Keputusan, http://mulyono.blogspot.com diakses 30 April 2011
Anneahira.2011.Pengambilan Keputusan. hhtp://anneahira.blogspot.com, diakses 30 April 2011