KATA PENGANTAR
Puji syukur atas limpahan
rahmat Allah SWT, yang senantiasa memberikan kesehatan baik jasmani maupun
rohani. Makalah yang dibuat jauh dari sempurna, akan mengantarkan kepada sebuah
Manajemen Pengambilan Keputusan Dalam Perilaku Organisasi. Yang mana diharapkan
baik penulis ataupun pembaca dapat memahami isi dari makalah ini. Apabila ada
terdapat kesalahan-kesalah hendaknya para pembaca sudi kiranya untuk memberikan
kritikan yang membangun, sehingga penulis bisa lebih meningkatkan lagi kualitas
untuk bisa membuat makalah ini supaya lebih baik.
Wassalam,
DAFTAR ISI
Hal.
I.
Kata
Pengantar .....................................................................................................2
II.
Daftar Isi
................................................................................................................3
III.
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
................................................................................................4
b. Rumusan Masalah
...........................................................................................4
IV.
Bab II
Pembahasan
a. Pengertian Pengambilan Keputusan ...............................................................5
b. Teori-teori Pengambilan Keputusan .............................................................6-7
c. Kriteria Pengambilan Keputusan
..................................................................8-9
d. Tahap-tahap Pengambilan
Keputusan ..........................................................10
e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengambilan Keputusan ......................11
f.
Model Pengambilan Keputusan .....................................................................11
g. Langkah-langkah/Proses Pengambilan Keputusan .......................................12
V.
Bab III
Penutup
a. Kesimpulan dan Saran ..................................................................................13
VI.
Daftar
Pustaka .....................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Upaya
membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi
keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal
menjadi terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan
pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan
untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut
meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam
kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi
perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses
persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi
antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam organisasi, kemampuan
memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan
budaya organisasi yang ideal.
Upaya
membangun keterampilan personal tersebut selaras dengan perkembagan kekinian
rumpun kajian Organizational Studies (Teori Organisasi, Perilaku Organisasi,
Manajemen SDM, dan Kepemimpinan), yang menemukan kontekstualisasinya dalam
semangat pendekatan human relations. Organisasi birokrasi publik pun idealnya
tidak terlepas dari arah perkembangan ini. Dalam hal ini, paradigma organisasi
birokratik-weberian yang berkarakter (terlalu) impersonal dan dingin, mendapatkan
tantangan serius dari paradigma post-birokrasi yang lebih humanis.
Kreativitas
penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan pengambil keputusan
untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat
masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang lain, namum kenyataannya banyak
pemimpin dalam pengambilan keputusan tidak memperhatikan perilaku pemimpin yang
sebaiknya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa itu pengambilan keputusan?
2. Bagaimana langkah-langkah mengambil sebuah keputusan?
3. Bagaimana model pengambilan keputusan?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan adalah tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan fungsi
manajemen, misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka
membuat keputusan. Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan
merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan
(desicion making) di proses oleh pengambilan keputusan (desicion maker) yang
hasilnya keputusan (desicion).
Definisi-definisi
pengambilan keputusan menurut beberapa ahli, yaitu:
1. G. R. Terry
Pengambilan
keputusan dapat didefinisikan sebagai
“pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari dua atau lebih altrnatif yang
ada”.
2. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara
bertindak adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak
ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat.
3. Theo Haiman
Inti dari
semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak.
Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang
dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan
untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
4. Drs. H. Malayu dan S. P. Hasibuan
Pengambilan
keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah
alternatif untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
5. Chester I. Barnard
Keputusan
adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran
proses keputusan ini secara relatif dan dapat dikatakan bahwa pengertian
tingkah laku organisasi lebih penting daripada kepentingan perorangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif
solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk
menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.
B. Teori-Teori
Pengambilan Keputusan
1) Teori
Rasional Komprehensif
Teori
pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima
oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur- unsur utama dari
teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah
tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai
sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain
b. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang
mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat diterapkan rankingnya sesuai
dengan urutan kepentingannya
c. Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut
diteliti secara saksama
d. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditimbulkan
oleh setiap alternatif yang dipilih dan diteliti
e. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang
menyertainya dapat diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya
f. Pembuat keputusan akan memilih alternatif dari
akibat-akibatnya yang dapat memaksimalkan teercapainya tujuan, nilai atau
sasaran yang telah digariskan.
Teori rasional komprehensif banyak
mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli
Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964′ 1959)’ Lindblom secara
tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan
dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.
Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit
untuk memilah-milah secara tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan
nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Asumsi penganjur model rasionar bahwa
antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan, bahkan
dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih
ada masalah’ yang disebut ,,sunk_cost,,. Keputusan_-keputusan,
kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan
program-program yang ada sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusan
untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali dari yang sudah ada.
Untuk konteks negara-negara sedang berkembang, menurut
R’s. Milne (1972), model irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh
diterapkan. Sebabnya ialah: informasi/data statistik tidak memadai ; tidak
memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi- kondisi negara sedang
berkembang ; ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu beroperasi
juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat
lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan
keputusan.
2) Teori
Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan
mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah
yang harus dipetimbangkan (seperti dalam teori rasional komprehensif) dan pada
saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang
ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan
empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang
saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah
b. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan
beberapa alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan
alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau
marginal apabila dibandingkan dengan keibijaksanaan sekarang
c. Bagi tiap alternatif hanya sejumlah kecil
akibat-akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi
d. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan
didefinisikan secara teratur. Pandangan
inkrementalisme memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan
menyesuaikan tujuan dan sasaran serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan
dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi
e. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang
tepat bagi tiap masalah. Berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan
tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling
tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan
f. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya
bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki
ketidaksempurnaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalah sosial yang
ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang
sama sekali baru di masa yang akan datang.
g. dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial
yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial
yang sama sekali baru di masa yang akan datang.
Keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya
merupakan produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara
pelbagai pihak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat
yang strukturnya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena
akan lebih gampang untuk mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang
diperdebatkan oleh berbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya
untuk memodifikasi terhadap program-program yang sudah ada daripada jika hal
tersebut menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang
radikal yang memiliki sifat ” ambil semua atau tidak sama sekali.
Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak
pasti khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di
masa datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi
resiko dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu. Paham
inkremental ini juga cukup realistis karena ia menyadari bahwa para pembuat
keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber
lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua
altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada.
3) Teori
Pengamatan Terpadu (mixed scanning theory)
Penganjur
teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap
kritik-kritik para teoritis inkremental yang diarahkan pada teori rasional
komprehensif, akan tetapi juga ia menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang
terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau
mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan
serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam
masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang
lemah dan secara polotis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis
akan terabaikan.
Lebih lanjut
dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya
berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung
mengabaikan peluang bagi perlunya bagi pembaruan sosial (social inovation) yang
mendasar.
Oleh karena
itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan
cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status qou, sehingga
merintangi upaya menyempurnakan pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana
seperti Dror yang pada dasarnya merupakan salah seorang penganjur teori
rasional yang terkemuka. Model inkremental ini justru dianggapnya merupakan
strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sudah berkembang,
sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah
memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan besar-besaran.
Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para
pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin
besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna
mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya
untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif
pengambilan keputusan ‘tersebul Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini
pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan
model rasional komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan
keputusan.
C. Kriteria
Pengambilan Keputusan
Menurut
konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para
pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
I.
Nilai-Nilai
politik
Pembuat
keputusan mungkin melakukan penilaian atas alternatif kebijaksanaan yang
dipilihnya dari sudut pentingnya alternatif-alternatif bagi partai politiknya
atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.
Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini
bukan mustahil dibuat auntuk keputusan politik dan kebijaksanaan dengan
demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh
politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau
tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
II.
Nilai-Nilai
Organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya
birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi
oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi,
semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan
sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak
sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang
nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil
keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk
melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar
program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan
kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
III.
Nilai-Nilai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau
memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi
diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat
teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
IV.
Nilai-Nilai
Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal
hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan
kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik inr
semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan
politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula
bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau
keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara
moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang
hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin
bahwa tindakan itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak
sipil itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa
mempedulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami
resiko-resiko politik yang fatal.
V.
Nilai-Nilai
Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan
serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang
mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman
benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang
di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat
dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan
nasibnya sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan
luar negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju
kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan
semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan
kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila
setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi
sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi
ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi
partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).
D. Tahap-Tahap
Pengambilan Keputusan
Herbert A.
Simon, ahli teori keputusan dan organisasi mengonseptualisasikan tiga tahap
utama dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:
- Aktivitas inteligensi. Berasal dari pengertian militer "intelligence," Simon mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan
- Aktivitas desain. Selama tahap kedua, mungkin terjadi tindakan penemuan, pengembangan, dan analisis masalah
- Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan sebenarnya-memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.
Berhubungan
dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri keputusan
sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan keputusan menurut
Mintzberga koleganya:
- Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan sistematis, tetapi masalah yang sederhana tidak.
- Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar yang ada dan mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain merupakan proses pencarian di percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
-
Tahap 1IDENTIFIKASI1. Pengenalan2. DiagnosisTahap 2PENGEMBANGAN1. Pencarian2. DesainTahap 3SELEKSI1. Penilaian2. Analisis3. Penawaran Otoritas
Secara umum, langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
- Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi ini.
- Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model matematika sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
- Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
- Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
- Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
a.
Komposisi
kelompok. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun komposisi kelompok,
yaitu:
a) Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar
informasi
b) Pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua
tugas dapat dibagi
c) Komunikasi dan status struktur; biasanya yang osisinya
tertinggi paling mendominasi dalam kelompok
d) Ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin
menyebar opini, konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam
kelompok tersebut
b.
Kesamaan
anggota kelompok Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat bila anggota
kelompok sama satu dengan yang lain.
c.
Pengaruh
(pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang dibuat kelompok
lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya
perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu
untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang
tersebut.
F. Model Pengambilan Keputusan
- Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian (Certainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model Kepastian/ Deterministik.
- Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko (Risk). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
- Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian (Uncertainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang dipelajari dalam Game Theory).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari poin-poin diatas dapat kita
ketahui bahwa dalam proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan
jenis keputusan yang akan diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah
kita tentukan langkah pengambilan keputusan yang meliputi proses identifikasi,
penetapan parameter, alternatif, kriteria serta mengevaluasi hasilnya atau
disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah keputusan
yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen organisasi
seperti itu maka tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan
sebuah keputusan. Semoga pemegang kekuasaan pengambilan keputusan seperti
Pengadilan atau Mahkamah Agung hendaknya perlu membangun sistem pengambilan
yang terbaik demi terciptanya rasa keadilan bagi seluruh warga negara.
b. Saran
Hendaknya pembaca jika menjadi
seorang pemimpin dalam suatu organisasi dapat mengambil keputusan yang tepat
dan menerapkan gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi dengan berbagai
pertimbangan yang telah diperhutungkan secara matang.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Handoko, T.
Hani. 2000. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Edisi Kedua
Robbins.
Stepen P. 2003. Manajemen. Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarat: P.T. Indeks
Usmara. 2005.
Handbook of Organizations, Kajian dan
Teori Organisasi. Yogyakarta: Amara Books
Sumber Artikel
Mulyono.2011.
Teori Pengambilan Keputusan, http://mulyono.blogspot.com diakses 30
April 2011
Anneahira.2011.Pengambilan
Keputusan. hhtp://anneahira.blogspot.com, diakses 30 April 2011
Makalahnya sangat membantu.menambah materi pengambilan keputusan
BalasHapus